Jumat, 29 April 2011

Aku MUSLIMAH, Bukan Jilbaber atau Non Jilbaber!

"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak mendzalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat." (HR. Bukhari).

"Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam." (HR. Muslim).

Masih terekam dalam memori, semua mata tertuju pada kami ketika kami baru saja tiba di pintu sebuah masjid siang itu. Mata-mata itu seakan menghakimi aku dari kaki hingga ujung kepala. Dan ternyata tidak hanya aku tertuduhnya, melainkan juga keempat temanku lainnya yang saat itu akan melaksanakan shalat dzuhur di sebuah masjid di lingkungan kampus di mana aku dan teman-temanku mendaftar sebagai mahasiswa. Tak terpikirkan panjang olehku ketika teman-teman secara tiba-tiba memutuskan untuk mencari mushala yang lainnya.

Tatapan yang sama pun, pernah aku rasakan di hari-hari berikutnya ketika aku menjadi seorang mahasiswa. Tatapan menghakimi tersebut seolah-olah menyudutkan aku sebagai seorang makhluk asing di antara para bidadari jelita dalam balutan jilbab panjangnya. Ya, para jilbaber aku menyebutnya. Tatapan itu tak hanya aku rasakan ketika aku benar-benar belum menutup aurat secara keseluruhan (memakai jilbab), bahkan ketika aku tengah mengenakannya pun (tepatnya mengenakan kerudung, belum jilbab), aku merasakan masih mendapatkan tatapan yang berbeda.

Tatapan yang persis sama kudapatkan meskipun dalam keadaan yang berbeda, aku rasakan satu tahun silam. Ketika aku memasuki sebuah gedung bertingkat di kawasan elit di ibu kota. Seorang resepsionis menatapku tajam dari atas sampai bawah. Dan ternyata tak hanya dia, setiap orang yang berpapasan denganku di kantor itu menatap dengan memicingkan mata. Puncaknya adalah ketika aku bertemu dengan laki-laki separuh baya bermuka Arab yang memastikan aku diterima bekerja jika aku bersedia mengikuti aturan mainnya, yaitu bersedia tidak mengenakan jilbab.

Tatapan yang persis sama juga pernah aku dapatkan ketika aku mendapatkan tugas membuat kontrak kerja dengan perusahaan entertainment ternama. Tatapan seolah ‘aneh’ dengan gadis berjilbab panjang sebagai rekan kerjanya.

Tatapan-tatapan seperti itu tidak saja dirasakan hanya oleh aku, tidak hanya di tempat-tempat tertentu dan waktu-waktu tertentu, namun di jalan, di manapun, dan kapanpun. Sebuah tatapan yang seolah menghakimi dan mencetak kata ‘perbedaan’.

Tahun 2006, saat itulah Allah mengetuk qalbuku untuk menerima hidayahNya mengenakan jilbab. Telah setahun sebelumnya aku meniatkannya, namun alhamdulillah di tahun 2006-lah aku dapat merasakan nikmat menunaikannya. Hanya melalui sebuah ketukan kecil. Tak pernah lekang dalam memoriku hari itu. Ketika aku mencoba sebuah jilbab yang akan kuhadiahkan kepada salah satu sahabatku. Dan ternyata jilbab itulah yang menjadi jilbab pertamaku. Dengan kata Bismillahirrahmanirrahim, akupun memberanikan dan menetapkan hati mengenakannya. Tak ada yang lebih menciutkan dan menyurutkan niat serta tekadku selain aku takut tidak amanah dan istiqamah terhadap jilbabku, terhadap perintahNya tepatnya.

Alhamdulillah Allah membukakan pintu untukku berhijrah. Aku yang kosong mengenalNya, mengenal Rasul dan agamaNya, alhamdulillah diberikan ghirah, semangat untuk mengisi dan belajar yang lebih lagi setelah aku mengenakan jilbab.

Tahun pertama, seperti masa pancaroba. Mengenakan jilbab trend, celana jeans, baju yang lumayan seadanya yang dipadukan manset, gardigen atau jaket menjadi pilihan dalam masa penyesuaian. Berikutnya, dengan jilbab minimku ketidaknyamanan membuatnya sedikit bertambah lebar. Celana jeanskupun tak lagi mempesona, celana dasar dan beberapa rok menjadi peralihan. Manset dan gardigenkupun, jarang lagi aku gunakan. Baju panjang, alhamdulillah sudah beberapa kukumpulkan.

Ada yang lebih menarik dalam diriku, aku tidak lagi tertarik dengan mode baju ini dan itu. Dan wanita yang cantik dalam tatapanku bukan lagi gadis bercelana pensil dengan rambut bergelombang atau lurus terurai karena rebonding, namun mereka yang awalnya kuanggap begitu ribet dengan jilbab tebal berlapis dan panjang. Gadis yang repot-repot menggunakan celana lapisan, gadis yang tidak terpisahkan dengan kaus kaki dan manset menyelimuti lengannya, gadis yang menggunakan banyak peniti untuk menjaga jilbabnya, gadis yang memakai rok ke mana-mana. Subhanallah, para jilbaber tampak cantik di hadapanku dengan keshalihannya.

Perubahan itu bukanlah sebuah poin bagiku. Tatapan dan perbedaan itu masih aku rasakan. Beberapa kritik dan saran dari para jilbaber atau akhwat sering terlontar atas cara berpakaian, berjilbab, dan cara pergaulanku. Bahkan beberapa kali mendapatkan kata pedas sebagai teguran. Beberapa perlakuan dibedakan juga pernah dirasakan. Namun, beberapa dari merekapun banyak yang menyambut baik dan membantuku dalam proses belajar.

Berikut dan berikutnya akupun mulai memanjangkan dan menjulurkan jilbabku. Meskipun mulanya jilbab lebih panjang daripada baju yang kukenakan, tapi alhamdulillah berlahan aku menyesuaikan. Kenyamananlah yang mendorongku dan inilah perintah Ilah sebagai kasih sayangNya kepada kaum Hawa, yaitu kita para muslimah :

"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mu’min, hendaklah mereka mengulurkan jilbab-jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karenanya mereka tidak diganggu. Dan adalah Allah, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Ahzab : 59).

"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepada kalian untuk menutupi aurat kalian dan pakaian yang indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (QS. Al-A'raf : 26).

Alhamdulillah, Allah menuntunku sampai di sini, sampai kesadaran untuk mengenakan pakaian takwa.

Tulisan terinspirasi oleh salah seorang saudari yang membahas mengenai kurang respeknya terhadap para jilbaber yang seringnya memandang sebelah mata muslimah lain yang belum mengenakan jilbab dan muslimah lain yang dalam masa metamorfosanya dalam menemukan pakaian takwa. Serta sedikit pengalaman yang kualami dari non jilbaber menjadi jilbaber.

Sebenarnya apakah yang membedakan dan membatasinya? Masihkah muslimah terkotak?

Ketika ada seorang muslimah yang belum berjilbab atau muslimah yang belum menjulurkan jilbabnya di tengah-tengah teman jilbaber, haruskah dipandang sebelah mata? Dan sebaliknya, ketika muslimah jilbaber berada di antara muslimah yang belum berjilbab, muslimah yang belum menjulurkan jilbabnya, haruskah dipandang aneh?

Aku adalah MUSLIMAH, bukan jilbaber atau non jilbaber!

Perjalanan hijrah dan belajar menuju hamba yang lebih baik adalah bukan sesuatu yang harus dipandang sebelah mata. Jilbab takwa adalah sebuah keharusan yang diperintahkan Allah sebagai wujud kasih sayang dan perlindungan. Tapi biarlah masing-masing kita menemukannya sebagai suatu kesadaran dan pemahaman, karena kita memiliki metamorfosa yang berbeda-beda. Dalam perkembangannya, alhamdulillah banyak para muslimah kini tengah menutup auratnya, meskipun dengan motif yang berbeda-beda. Tapi muslimah tidak sampai di situ, karena agama Allah begitu luas jangkauannya. Kita tidak boleh hanya di tepi untuk mempelajarinya. Mari kita mengenalnya, mencintai, dan menerapkan. Marilah kita saling mengingatkan, menguatkan, dan saling belajar. Jilbab bukan saja sebuah tuntutan, namun juga sebuah tuntunan dan kebutuhan. Rasa tak pantas dan tidak berani mengenakan, marilah kita enyahkan, karena kita muslimah adalah cerminan Islam, karena dengannya kita akan tertuntun untuk mencari, menemukan, dan menjadi diri yang baik dan santun.

Perjalanan hijrah menuju hamba yang lebih baik juga bukanlah sesuatu yang harus aneh. Anehkah ketika saudari muslimah kita tengah berusaha menjadi hamba yang taat dengan jilbab lebarnya? Fanatikkah ketika sedang belajar mengikuti perintah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah? Bantulah kami beristiqamah. Karena bukankah semakin naik kelas, ujian-ujian kami akan semakin susah? Bukankah semakin tinggi pohon akan semakin kencang angin menerjangnya? Jangan cemoohkan ketika kami terjatuh, tapi tariklah kami untuk bangun kembali. Maafkan kami ketika kami mulai sombong karena ghirah yang membara. Sekali lagi, marilah kita saling mengingatkan dan menguatkan sebagai seorang muslimah, sebagai hamba Allah yang ingin meraih ridhaNya.

Jangan tuduh aku telah baik karena aku seorang jilbaber, dan jangan tuduh aku tidak lebih baik karena aku belum berjilbab atau bukan jilbaber. Tapi tataplah aku sebagai seorang muslimah yang sedang bermetamorfosa menjadi kupu-kupu dengan sayap yang indah ingin menuju hamba terbaikNya. Dan, Ya Allah, padaMulah kami mohon perlindungan agar niat menjadi hamba yang lebih baik dan istiqamah di jalanMu tetap terazzamkan. Allahumma amiiin…

Allahu a'lam bishshawab.

(Copas From :http://nur.kotasantri.com)

Untuk aku dan kami para muslimah.
ReadMore...

Share

Kamis, 28 April 2011

Just The Way You Are


Seorang pria dan wanita menikah dan acara pernikahannya sungguh meriah. Semua kawan-kawan dan keluarga mereka hadir menyaksikan dan menikmati hari yang berbahagia tersebut. Suatu acara yang luar biasa mengesankan.

Mempelai wanita begitu anggun dalam gaun putihnya dan pengantin pria dalam jas/tuxedo hitam yang gagah. Setiap pasang mata yang memandang setuju mengatakan bahwa mereka sungguh-sungguh saling mencintai.
Beberapa bulan kemudian, sang istri berkata kepada suaminya, "Sayang, aku baru membaca sebuah artikel di majalah tentang bagaimana memperkuat tali pernikahan" katanya sambil menyodorkan majalah tersebut. "Masing-masing kita akan mencatat hal-hal yang kurang kita sukai dari pasangan kita. Kemudian, kita akan membahas bagaimana merubah hal-hal tersebut dan membuat hidup pernikahan kita bersama lebih bahagia"

Suaminya setuju dan mereka mulai memikirkan hal-hal dari pasangannya yang tidak mereka sukai dan berjanji tidak akan tersinggung ketika pasangannya mencatat hal-hal yang kurang baik sebab hal tersebut untuk kebaikkan mereka bersama.
Malam itu mereka sepakat untuk berpisah kamar dan mencatat apa yang terlintas dalam benak mereka masing-masing. Besok pagi ketika sarapan, mereka siap mendiskusikannya. "Aku akan mulai duluan ya", kata sang istri. Ia lalu mengeluarkan daftarnya. Banyak sekali yang ditulisnya, sekitar 2 halaman. Ketika ia mulai membacakan satu persatu hal yang tidak dia sukai dari suaminya, ia memperhatikan bahwa airmata suaminya mulai mengalir. "Maaf, apakah aku harus berhenti?" tanyanya.

"Oh tidak, lanjutkan" jawab suaminya. Lalu sang istri melanjutkan membacakan semua yang terdaftar, lalu kembali melipat kertasnya dengan manis diatas meja dan berkata dengan bahagia... "Sekarang gantian ya, engkau yang membacakan daftarmu".

Dengan suara perlahan suaminya berkata "Aku tidak mencatat sesuatupun di kertasku. Aku berpikir bahwa engkau sudah sempurna, dan aku tidak ingin merubahmu. Engkau adalah dirimu sendiri. Engkau cantik dan baik bagiku. Tidak satupun dari pribadimu yang kudapatkan kurang"

Sang istri tersentak dan tersentuh oleh pernyataan dan ungkapan cinta serta isi hati suaminya. Bahwa suaminya menerimanya apa adanya, Ia menunduk dan menangis.
Dalam hidup ini, banyak kali kita merasa dikecewakan, depressi, dan sakit hati. Sesungguhnya tak perlu menghabiskan waktu memikirkan hal- hal tersebut. Hidup ini penuh dengan keindahan, kesukacitaan dan pengharapan. Mengapa harus menghabiskan waktu memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan dan menyakitkan jika kita bisa menemukan banyak hal-hal yang indah di sekeliling kita?
Kita akan menjadi orang yang berbahagia jika kita mampu melihat dan bersyukur untuk hal-hal yang baik dan mencoba melupakan yang buruk.

Cinta tak pernah memandang kekurangan orang yang kita sayangi
dan kita cintai. Cinta hanya akan membawa kebahagian dan saling berbagi untuk memahami kekurangan masing-masing. mencintai dengan apa adanya.

Cinta tak pernah menyakiti, yang sebenarnya adalah menambah kedewasaan dan cara berpikir kita untuk memandang hidup, sebagai kasih karunia Allah yang terbaik. Cintailah semua makhluk dengan harapan semua berbahagia
katakan pada pasangan kita : I Love U Just The Way You Are....
Jangan biarkan kekurangan yg kita dapati dari pasangan kita 'kan mengalahkan dan menutupi semua kelebihan, kebaikan2 dan keutamaan pasangan kita...no body perfect...
ReadMore...

Share